Menurut Sudjarwadi (1990), ditinjau
dari proses penyediaan, pemberian, pengelolaan dan pengaturan air, sistem
irigasi dapat dikelompokkan menjadi 4 adalah sebagai berikut :
1.
Sistem
Irigasi Permukaan (Surface Irrigation System)
Irigasi permukaan merupakan metode pemberian air yang paling awal
dikembangkan. Irigasi permukaan merupakan irigasi yang terluas cakupannya di
seluruh dunia terutama di Asia. Sistem irigasi permukaan terjadi dengan
menyebarkan air ke permukaan tanah dan membiarkan air meresap (infiltrasi) ke
dalam tanah. Air dibawa dari sumber ke lahan melalui saluran terbuka baik
dengan atau lining maupun melalui pipa dengan head rendah. Investasi yang
diperlukan untuk mengembangkan irigasi permukan relatif lebih kecil daripada
irigasi curah maupun tetes kecuali bila diperlukan pembentukan lahan, seperti
untuk membuat teras (Soemarto, 1999).
Sistem irigasi permukaan (Surface
irrigation), khususnya irigasi alur (Furrow irrigation) banyak dipakai
untuk tanaman palawija, karena penggunaan air oleh tanaman lebih efektif.
Sistem irigasi alur adalah pemberian air di atas lahan melalui alur, alur kecil
atau melalui selang atau pipa kecil dan megalirkannya sepanjang alur daalam
lahan (Michael,1978).
Untuk menyusun suatu rancangan
irigasi harus diadakan terlkebih dahulu survei mengenai kondisi daerah yang
bersangkutanserta penjelasannya, penyelidikan jenis-jenis tanah pertanian, bagi
bagian-bagian yang akan diirigasi dan lain-lain untuk menentukan cara irigasi
dan kebutuhan air tanamannya (Suyono dan Takeda, 1993).
Suatu daerah irigasi permukaan
terdiri dari susunan tanah yang akan diairi secara teratur dan terdiri dari
susunan jaringan saluran air dan bangunan lain untuk mengatur pembagian,
pemberian, penyaluran, dan pembuangan kelebihan air. Dari sumbernya, air
disalurkan melalui saluran primer lalu dibagi-bagikan ke saluran sekunder dan
tersier dengan perantaraan bangunan bagi dan atau sadap terser ke petak sawah
dalam satuan petak tersier. Petak tersier merupakan petak-petak
pengairan/pengambilan dari saluran irigasi yang terdiri dari gabungan petak
sawah. Bentuk dan luas masing-masing petak tersier tergantung pada topografi
dan kondisi lahan akan tetapi diusahakan tidak terlalu banyak berbeda. Apabila
terlalu besar akan menyulitkan pembagian air tetapi apabila terlalu kecil akan
membutuhkan bangunan sadap. Ukuran petak tersier diantaranya adalah, di tanah
datar : 200-300 ha, di tanah agak miring : 100-200 ha dan di tanah perbukitan :
50-100 ha (Anonim, 2007).
Terdapat beberapa keuntungsn menggunakan irigasi
furrow. Keuntungannya sesuai untuk semua kondisi lahan, besarnya air yang
mengalir dalam lahan akan meresap ke dalam tanah untuk dipergunakan oleh
tanaman secara efektif, efisien pemakaian air lebih besar dibandingkan dengan
sistem irigasi genangan (basin) dan irigasi galengan (border) (Michael,1978).
Untuk menyusun suatu rancangan irigasi terlebih dahulu
dilakukan survey mengenai kondisi daerah yang bersangkutan serta penjelasannya,
penyelidikan jenis-jenis tanaman pertaniannya, bagian-bagian yang diairi dan
lain-lain untuk menentukan cara irigasi dan kebutuhan air tanamannya
(Sosrodarsono dan Takeda, 1987).
Sistem
irigasi permukaan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu peluapan dan
penggenangan bebas (tanpa kendali) serta peluapan penggenangan secara
terkendali. Sistem irigasi permukaan yang paling sederhana adalah peluapan
bebas dan penggenangan. Dalam hal. ini air diberikan pada areal irigasi dengan
jalan peluapan untuk menggenangi kiri atau kanan sungai yang mempunyai
permukaan datar. Sebagai contoh adalah sistem irigasi kuno di Mesir. Sistem ini
mempunyai efisiensi yang rendah karena penggunaan air tidak terkontrol. Gambar
dibawah ini memberi ilustrasi mengenai sistem irigasi dengan peluapandan
penggenangan bebas.
Sistem irigasi permukaan lainnya adalah peluapan dan penggenangan secara
terkendali. Cara yang umum digunakan dalam hal ini adalah dengan menggunakan
bangunan penangkap, saluran pembagi saluran pemberi, dan peluapan ke dalam
petakpetak lahan beririgasi. Jenis bangunan penangkap bermacam-macam,
diantaranya adalah (1) bendung, (2) intake, dan (3) stasiun pompa. Ilustrasi
sistem irigasi permukaan dengan peluapan dan penggenangan terkendali dapat
dilihat pada Gambar dibawah ini:
2. Sistem
Irigasi Bawah Permukaan (Sub Surface Irrigation System)
Sistem irigasi bawah permukaan dapat
dilakukan dengan meresapkan air ke dalam tanah di bawah zona perakaran melalui
sistem saluran terbuka ataupun dengan menggunakan pipa porus. Lengas tanah
digerakkan oleh gaya kapiler menuju zona perakaran dan selanjutnya dimanfaatkan
oleh tanaman. Gambar dibawah ini memberikan ilustrasi mengenai sistem irigasi
bawah permukaan.
3. Sistem
irigasi dengan pancaran (sprinkle irrigation)
Irigasi curah atau siraman (sprinkle)
menggunakan tekanan untuk membentuk tetesan air yang mirip hujan ke permukaan
lahan pertanian. Disamping untuk memenuhi kebutuhan air tanaman. Sistem ini
dapat pula digunakan untuk mencegah pembekuan, mengurangi erosi angin,
memberikan pupuk dan lain-lain. Pada irigasi curah air dialirkan dari sumber
melalui jaringan pipa yang disebut mainline dan sub-mainlen dan ke beberapa
lateral yang masing-masing mempunyai beberapa mata pencurah (sprinkler)
(Prastowo, 1995).
Sistem irigasi curah dibagi menjadi
dua yaitu set system (alat pencurah memiliki posisi yang tepat),serta continius
system (alat pencurah dapat dipindah-pindahkan). Pada set system termasuk ;
hand move, wheel line lateral, perforated pipe, sprinkle untuk tanaman
buah-buahan dan gun sprinkle. Sprinkle jenis ini ada yang dipindahkan
secara periodic dan ada yang disebut fixed system atau tetap (main line lateral
dan nozel tetap tidak dipindah-pindahkan). Yang termasuk continius move system
adalah center pivot, linear moving lateral dan traveling sprinkle (Keller dan
Bliesner, 1990).
Menurut Hansen et. Al (1992)
menyebutkan ada tiga jenis penyiraman yang umum digunakan yaitu nozel tetap
yang dipasang pada pipa, pipa yang dilubangi (perforated sprinkle) dan
penyiraman berputar. Sesuai dengan kapasitas dan luas lahan yang diairi serta
kondisi topografi, tata letak system irigasi curah dapat digolongkan menjadi
tiga yaitu:
a.
Farm system,
system dirancang untuk suatu luas lahan dan merupakan satu-satunya fasilitas
pemberian air irigasi
b. Field
system, system dirancang untuk dipasang di beberapa laha pertanian dan biasanya
dipergunakan untuk pemberian air pendahuluan pada letak persemaian,
c.
Incomplete
farm system, system dirancang untuk dapat diubah dari farm system menjadi fiekd
system atau sebaliknya.
Berapa kelebihan sistem irigasi
curah dibanding desain konvensional atau irigasi gravitasi antara lain :
a.
Sesuai untuk
daerah-daerah dengan keadaan topografi yang kurang teratur dan profil tanah
yang relative dangkal.
b. Tidak
memerlukan jaringan saluran sehingga secara tidak langsung akan menambah luas
lahan produktif serta terhindar dari gulma air
c.
Sesuai
untuk lahan berlereng tampa menimbulkan masalah erosi yang dapat mengurangi
tingkat kesuburan tanah.
Sedangkan kelemahan sistem irigasi
curah menurut Bustomi (1999), adalah:
a. Memerlukan
biaya investasi dan operasional yang cukup tinggi, antara lain untuk operasi
pompa air dan tenaga pelaksana yang terampil.
b. Memerlukan
rancangan dan tata letak yang cukup teliti untuk memperoleh tingkat efisiensi
yang tinggi
Menurut Keller (1990) efisiensi
irigasi curah dapat diukur berdasarkan keseragaman penyebaran air dari
sprinkle. Apabila penyebaran air tidak seragam maka dikatakan efisiensi irigasi
curah rendah. Parameter yang umum digunakan untuk mengevaluasi keseragaman
penyebaran air adalah coefficient of uniformity (CU). Efisiensi irigasi curah
yang tergolong tinggi adalah bila nilai CU lebih besar dari 85%.
Berdasarkan penyusunan alat
penyemprot, irigasi curah dapat dibedakan ; (1) system berputar (rotaring hed
system) terdiri dari satu atau dua buah nozzle miring yang berputar dengan
sumbu vertical akibat adanya gerakan memukul dari alat pemukul (hammer blade).
Sprinkle ini umumnya disambung dengan suatu pipa peninggi (riser) berdiameter
25 mm yang disambungkan dengan pipa lateral, (2) system pipa berlubang
(perforated pipe system), terdiri dari pipa berlubang-lubang, biasa dirancang
untuk tekanan rendah antara 0,5-2,5 kg/cm2 , hingga sumber tekanan
cukup diperoleh dari tangkai air yang ditempatkan pada ketinggian tertentu
(Prastowo dan Liyantono, 2002).
Umumnya komponen irigasi curah
terdiri dari (a) pompa dengan tenaga penggerak sebagai sumber tekanan, (b) pipa
utama, (c) pipa lateral, (d) pipa peninggi (riser) dan (e) kepala sprinkle
(head sprinkle). Sumber tenaga penggerak pompa dapat berupa motor listrik atau
motor bakar. Pipa utama adalah pipa yang mengalirkan air ke pipa lateral. Pipa
lateral adalah pipa yang mengalirkan air dari pipa utama ke sprinkle. Kepala
sprinkle adalah alat/bagian sprinkle yang menyemprotkan air ke tanah (Melvyn,
1983).
Gambar dibawah ini memberikan ilustrasi salah satu alat irigasi
dengan pancaran.
4. Sistem
irigasi tetes (Drip Irrigation)
Irigasi tetes adalah suatu
sistem pemberian air melalui pipa/ selang berlubang dengan menggunakan tekanan
tertentu, dimana air yang keluar berupa tetesan-tetesan langsung pada daerah
perakaran tanaman. Tujuan dari irigasi tetes adalah untuk memenuhi kebutuhan
air tanaman tanpa harus membasahi keseluruhan lahan, sehingga mereduksi
kehilangan air akibat penguapan yang berlebihan, pewmakaian air lebih efisien,
mengurangi limpasan, serta menekan/mengurangi pertumbuhan gulma (Hansen, 1986)
Ciri- ciri irigasi tetes adalah
debit air kecil selama periode waktu tertentu, interval (selang)yang sering,
atau frekuensi pemberian air yang tinggi , air diberikan pada daerah perakaran
tanaman, aliran air bertekanan dan efisiensi serta keseragaman pemberian air lebih
baik ( http://www.deptan.go.id. Jakarta ).
Menurut Michael(1978) Unsur-unsur
utama pada irigasi tetes yang perlu diperhatikan sebelum mengoperasikan
peralatan irigasi tetes adalah :
a. Sumber air,
dapat berupa sumber air permanen (sungai, danu, dan lain-lain), atau sumber air
buatan (sumur, embung dan lain-lain)
b. Sumber daya,
sumber tenaga yang digunakan untuk mengalirkan air dapat dari gaya gravitasi
(bila sumber air lebih tinggi daripada lahan pertanaman), dan untuk sumber air
yang sejajar atau lebih rendah dari pada lahan pertanaman maka diperlukan
bantuan pompa. Untuk lahan yang mempunyai sumber air yang dalam, maka
diperlukan pompa penghisap pompa air sumur dalam.
c. Saringan,
untuk mencegah terjadinya penyumbatan meke diperlukan beberapa alat penyaring,
yaitu saringan utama (primary filter) yang dipasang dekat sumber air, sringan
kedua (secondary filter) diletakkan antara saringan utama dengan jaringan pipa
utama.
Dewasa ini
keberhasilan tumbuh tanaman cendana di lahan kritis savana kering NTT dirasakan
masih rendah (kurang dari 20%). Hal ini disebabkan pada awal penanaman di
lapangan cendana belum beradaptasi dengan baik karena masalah kondisi tanahnya
marginal dan kekurangan air. Masalah kekurangan air akibat curah hujan yang
rendah,waktunya pendek dan turunnya tidak teratur adalah salah satu masalah
krusial yang dihadapi setiap tahun. Untuk menangani masalah ini maka teknik
pengairan secara konvensional dengan irigasi tetes perlu diterapkan agar
tanaman cepat beradaptasi dengan lingkungan sehingga pertumbuhannya meningkat.
Pemanfaatan irigasi tetes dengan menggunakan wadah yang murah dan mudah didapat
di lokasi penanaman seperti bambu, botol air mineral dan pot tanah serta
pemanfaatan air embung,mata air,sungai dan pemanenan air hujan perlu
mendapatkan pertimbangan. (http://mekanisasi.litbang.deptan.go.id)
Irigasi tetes adalah teknik
penambahan kekurangan air pada tanah yang dilakukan secara terbatas dengan
menggunakan tube (wadah) sebagai alat penampung air yang disertai lubang tetes
di bawahnya. Air akan keluar secara perlahan -lahan dalam bentuk tetesan ke
tanah yang secara terbatas membasahi tanah. Lubang tetes air dapat diatur
sedemikian rupa sehingga air cukup hanya membasahi tanah di sekitar perakaran
(http://mekanisasi.litbang.deptan.go.id - Web Site BBP Mekanisasi Pertanian)
Menurut Hansen (1986) kegunaan
dari Irigasi tetes adalah :
a. Untuk
menghemat penggunaan air tanaman.
b. Mengurangi
kehilangan air yang begitu cepat akibat penguapan dan infiltrasi.
c. Membantu
memenuhi kebutuhan air tanaman pada awal penanaman sehingga juga akan
meningkatkan pemanfaatan unsur hara tanah oleh tanaman.
d. Mengurangi
stresing atau mempercepat adaptabilitas bibit sehingga meningkatkan
keberhasilan tumbuh tanaman.
e. Melakukan
pemanenan air hujan lewat wadah irigasi tetes secara terbatas sehingga dapat
digunakan tanaman.
Sistem irigasi
tetes memang konsep pemanfaatan air tanaman yang belum populer Namun, sistem
ini telah membumi di belahan bumi lain. Orang asing telah menginsyafi seberapa
banyak porsi air minum yang bisa mengobati dahaga yang dirasakan tanaman. Tanaman
diberi “minum” secukupnya. “Jika kelebihan air, nutrisi yang mesti diserap
tanaman bisa hanyut. Andai kebanyakan air pun batang tanaman bisa membusuk.
Jadi, jangan menyiram tanaman sampai tampak seperti kebanjiran,” Konsep taman
kota maupun taman keluarga dianjurkan memakai sistem ini. Tanaman cukup
ditetesi air sesuai porsi yang diperlukannya. Cara ini bukan hanya membantu
tanaman tak sampai kelebihan mengonsumsi air. “Sistem ini pun lebih bernilai
ekonomis ( http://www.cybertokoh.com/mod.php)
Sistem yang digunakan adalah dengan
memakai pipa-pipa dan pada tempat-tempat tertentu diberi lubang untuk jalan
keluarnya air menetes ke tanah. Perbedaan dengan sistem pancaran adalah
besarnya tekanan pada pipa yang tidak begitu besar. Gambar dibawah ini
memberikan Ilustrasi mengenai sistem irigasi tetes.
Pemilihan jenis sistem irigasi sangat dipengaruhi oleh kondisi hidrologi,
klimatologi, topografi, fisik dan kimiawi lahan, biologis tanaman, sosial
ekonomi dan budaya, teknologi (sebagai masukan sistem irigasi) serta keluaran
atau hasil yang akan diharapkan.
Sedangkan cara pemberian air irigasi ini berdasarkan topografi,
ketersediaan air, jenis pertimbangan lain. tergantung pada kondisi tanah,
keadaan tanaman, iklim, kebiasaan petani dan Cara pemberian air irigasi yang
termasuk dalam eara pemberian air lewat permukaan, dapat disebut antara lain :
a. Wild
flooding : air digenangkan pada suatu daerah yang luas pada waktu banjir cukup
tinggi sehingga daerah akan eukup sempurna dalam pembasahannya, cara ini
hanya cocok apabila eadangan dan ketersediaan air cukup banyak.
b. Free
flooding: daerah yang akan diairi dibagi dalam beberapa bagian, atau air
dialirkan dari bagian yang tinggi ke bagian yang rendah.
c. Check
flooding : air dari tempat pengambilan (sumber air) dimasukkan ke dalam
selokan, untuk kemudian dialirkan pada petak-petak yang kecil, keuntungan dari
sistem ini adalah bahwa air tidak dialirkan pada daerah yang sudah diairi.
d. Border strip
method : daerah pengairan dibagi-bagi dalam luas yang keeil dengan galengan
berukuran 10 x 100 m2 sampai 20 x 300 m2, air dialirkan
ke dalam tiap petak melalui pintu-pintu.
e. Zig-zig
method: daerah pengairan dibagi dalam sejumlah petak berbentuk jajaran atau
persegi panjang, tiap petak dibagi lagi dengan bantuan galengan dan air
akan mengalir melingkar sebelum meneapai lubang pengeluaran. Cara ini menjadi
dasar dari pengenalan perkembangan teknik dan peralatan irigasi.
f. Bazin method
: cara ini biasa digunakan di perkebunan buah-buahan. Tiap bazin dibangun
mengelilingi tiap pohon dan air dimasukkan ke dalarnnya melalui selokan
lapangan seperti pada chek flooding.
g. Furrow
method : cara ini digunakan pada perkebunan bawang dan kentang serta
buah-buahan lainnya. Tumbuhan tersebut ditanam pada tanah gundukan yang paralel
dan diairi melalui lembah di antara gundukan.
Posting Komentar